Pencemaran udara Akibat Dampak Timbal

Pencemaran udara di Indonesia sebesar 70% disebabkan oleh emisi kendaraan bermotor yang menyumbangkan nyaris 98% timbal ke udara. Emisi itu adalah hasil samping pembakaran dalam mesin kendaraan yang menggunakan senyawa Tetra Ethyl Lead (TEL) sebagai zat aditif bensin yang dapat meningkatkan bilangan oktan. Penambahan ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya ketukan pada mesin kendaraan.

Timbal (Pb) dihasilkan dari pembakaran yang kurang sempurna pada mesin kendaraan. Logam Pb di alam tidak dapat didegradasi atau dihancurkan dan juga disebut sebagai non essential trace element yang paling tinggi kadarnya, sehingga sangat berbahaya jika terakumulasi pada tubuh dalam jumlah yang banyak.

Menurut Environment Project Agency, sekitar 25% logam berat Timbal (Pb) tetap berada dalam mesin dan 75% lainnya akan mencemari udara sebagai asap knalpot. Logam Pb yang terkandung dalam bensin ini sangatlah berbahaya, sebab pembakaran bensin akan mengemisikan 0,09 gram timbal tiap 1 km. Bila di Jakarta, setiap harinya 1 juta unit kendaraan bermotor yang bergerak sejauh 15 km akan mengemisikan 1,35 ton Pb/hari. Pada tahun 2006 dari 20 kota yang dipantau ditemukan bahan bakar bensin masih mengandung Pb dengan nilai rata-rata 0,038 gr/l, sedangkan tahun 2007 dari 30 kota, termasuk kota Medan, yang dipantau ditemukan nilai rata-rata 0.0068 gr/lt.

Pencemaran udara Akibat Timbal

Berdasarkan data Dinas Perhubungan Kota Medan, pada tahun 2009 jumlah fasilitas transportasi jalan raya di Kota Medan berjumlah 2.708.511 kendaraan, yang terdiri atas mobil penumpang sebanyak 222.891 kendaraan, mobil gerobak sebanyak 144.865 kendaraan, bus sebanyak 22.123, dan sepeda motor sebanyak 2.318.632 kendaraan. Dari tahun 2004 sampai tahun 2009 menunjukkan kenaikan 23,82% per tahun. Pertumbuhan yang sangat signifikan nampak pada sepeda motor dengan rata-rata pertumbuhan 31,23% per tahun (Pemkomedan). Dengan rata-rata kenaikan sebesar 23,82% dalam 5 tahun, diperkirakan pada tahun 2014 jumlah fasilitas transportasi di kota Medan mencapai 3.353.678 kendaraan.

Kontaminasi kimia dari sumber seperti industri, kendaraan dan pestisida dapat mempengaruhi keamanan pangan. Logam berat adalah salah satu dari bermacam-macam jenis kontaminan terpenting yang dapat ditemukan di permukaan dan di dalam jaringan sayuran segar.

Sayuran adalah bahan makanan pokok yang dikonsumsi sehari-hari oleh masyarakat, dimana di dalamnya banyak sekali terkandung zat-zat gizi seperti vitamin dan mineral. Ada banyak sekali jenis sayuran yang terdapat di dunia ini khususnya di Indonesia. Sayuran biasanya diolah atau dimasak terlebih dahulu sebelum dikonsumsi. Namun, ada juga beberapa jenis sayuran yang dikonsumsi langsung (sebagai lalapan) tanpa wajib dimasak sebelumnya, sebagai contoh yaitu selada dan kol.

Penggunaan sayur lalapan pada produk makanan di masyarakat sudah cukup luas. Sayuran ini apabila tidak dicuci dengan baik dan benar bisa saja masih mengandung bahan-bahan pencemar berbahaya, seperti timbal yang menempel pada bagian sayur itu dan berakibat akibat jelek bagi manusia apabila terakumulasi di dalam tubuh. Timbal gampang sekali mengakumulasi pada sayur-sayuran dalam bentuk daun dan umbi-umbian. Akumulasi timbal secara terus-menerus dan dalam jangka waktu lama dapat berakibat gangguan sistem syaraf, kelumpuhan, dan kematian dini serta penurunan tingkat kecerdasan anak-anak. Batas kandungan timbal dalam sayuran berdasarakan Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Nomor 03725/B/SK/VII/89 mengenai Batas Maksimum Cemaran Logam dalam Makanan adalah sebesar 2,0 mg/kg.

Penelitian di kota Medan menunjukkan bahwa ada pengaruh yang nyata dari pertambahan intensitas kendaraan bermotor pada kandungan timbal di udara kota Medan. Kandungan Pb udara paling tinggi adalah di Terminal Amplas pada waktu pengamatan pukul 16.00-17.00 Waktu Indonesia Barat (WIB), yaitu 32,67 μ g/m3, lalu di Pinang Baris pada pengamatan pukul 07.30-08.30 WIB dan di Jalan Brigjen Katamso pada waktu pengamatan pukul 13.00-14.00 WIB yaitu 23.00 μ g/m3. Kandungan Pb udara yang lebih rendah adalah di Komplek Setia Budi Indah pada waktu pengamatan pukul 07.30-08.30 WIB, yaitu 5,87 μ g/m3. Kadar Pb di udara Terminal Bus Amplas dan Terminal Bus Pinang Baris di kota Medan yang diteliti oleh Girsang pada tahun 2008 sebesar lebih dari 2 μ g/m3 (3,228±0 μ g/m3) pada pos-pos yang padat kendaraan bermotornya dan pada pos-pos yang kurang padat kendaraan bermotornya kadar Pb dalam udara adalah kurang dari 2 μ g/m3 (0,889-1,385 μ g/m3) (Girsang, 2008 dalam Hasan, 2012).

Hasil penelitian Pasaribu (2004) menunjukkan kadar timbal (Pb) pada beberapa jenis sayuran di Kota Medan dan Berastagi yaitu: bayam sebelum dicuci sebesar 2,170 mg/kg dan sesudah dicuci sebesar 1,745 mg/kg, kangkung sebelum dicuci sebesar 2,140 mg/kg dan sesudah dicuci sebesar 1,695 mg/kg, daun singkong sebelum dicuci sebesar 2,295 mg/kg dan sesudah dicuci sebesar 1,885 mg/kg, sawi sebelum dicuci sebesar 2,150 mg/kg dan sesudah dicuci sebesar 1,700 mg/kg, kol sebelum dicuci sebesar 1,895 mg/kg dan sesudah dicuci sebesar 1,645 mg/kg serta kembang kol sebelum dicuci sebesar 1,970 mg/kg dan setelah dicuci sebesar 1,660 mg/kg. Pada sayuran bayam, kangkung, daun singkong dan sawi sebelum dicuci kadar timbal yang terkandung sudah melebihi nilai ambang batas kandungan timbal dalam sayuran berdasar Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No. 03725/B/SK/VII/89 yaitu sebesar 2 mg/kg.

Hasil penelitian yang dilakukan Widiriani tahun 1996 di Kebun Teh Gunung Mas menyebutkan kandungan Pb dalam pucuk teh yang diambil setiap 10-12 hari sebesar 5,264 ppm pada jarak 0-10 meter dari jalan raya, 3,613 ppm pada jarak 10-20 meter dari jalan raya dan 3,103 pada jarak 20-30 meter dari jalan raya.

Penelitian yang sudah dilakukan Mariti tahun 2005 pada daun teh, mendapat hasil kandungan logam Pb lebih tinggi berada pada sampel yang dekat dengan jalan raya, yaitu berjarak 5 meter dari jalan raya. Kandungan logam Pb berkisar 2,473 mg/kg, kandungan logam Pb pada daun teh ini sudah melewati ambang batas maksimum yang sudah ditetapkan Dirjen POM Depkes RI tahun 1989 yaitu, 2,0 mg/kg.

Kelurahan Kampung Lalang adalah pintu gerbang bagian barat Kota Medan yang dilintasi Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum) dari arah Binjai, Stabat dan Aceh. Itulah sebabnya jalur itu selalu sibuk setiap hari. Volume kendaraan yang lewat sangat padat dan terkesan semrawut. Hal itu menjadikan kawasan itu menjadi salah satu titik kemacetan di Kota Medan.

Selain terminal dan jalur lintas, faktor lain yang menjadi pendukung pertumbuhan ekonomi di sana adalah keberadaan Pasar Kampung Lalang. Salah satu pasar terbesar di Medan itu mampu menampung nyaris 1.000 pedagang, baik pedagang formal atau pedagang kali lima (PKL). Pasar ini juga menjadi salah satu fasilitas bagi warga sekitar dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari (Pekuwali, 2013). Banyak pedagang yang berjualan di sepanjang jalan raya, tidak terkecuali pedagang sayur yang menjajakkan sayuran dagangannya dalam kondisi terbuka. Hal ini dapat berakibat kontaminasi asap kendaraan yang mengandung timbal pada sayuran yang dijual di pasar Kampung Lalang itu.

Sumber : repository.usu.ac.id
DONASI LEWAT PAYPAL Mohon bantu berikan donasi apabila artikel ini memberikan manfaat. Terimakasih.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1



Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel